Minggu, 15 Februari 2009

Wajah Parpol Kita

Wajah Parpol Kita

Oleh ANANG FADHILAH

Wajah Kota Banjarmasin dalam beberapa bulan ini semakin semarak dengan bertebarannya aneka macam atribut parpol. Dengan aneka warna dan bentuk. Tujuannya jelas, parpol mensosialisasikan diri agar bisa dikenal dan memikat hati rakyat. Apalagi pemilu sudah diambang pintu. Sah-sah saja memang. Ada bendera parpol seukuran ‘pintu gerbang’ melambai-lambai diudara Kota Banjarmasin yang makin tampak pengap ini. Tak ketinggalan baliho para caleg—dengan wajah yang tampak ramah, senyum selalu mengembang. Pokoknya pede habis! Bila merasa kurang ganteng, bisa di setting lagi fotonya. Bila kulit caleg agak hitam bisa dibuat putih, gampang saja bisa diatur. Tapi kalau hidung pesek, ini yang agak sulit.Tapi show must go on-lah. 
Bertaburan bendera-bendera parpol di Kota Banjarmasin memang menuai pro-kontra. Tapi tak jarang malah menimbulkan sikap apatis sebagian masyarakat. Bahkan salah satu warga masyarakat mengatakan, dirinya agak terganggu dengan spanduk-spanduk, dan baliho para calon legislatif yang ditemuinya di jalanan kota seribu sungai ini. 
Dari mulut gang sempit, jalan arteri, hingga jalan raya, “atribut parpol” itu dipajang, dililit di tiang listrik bersaing dengan aneka kabel yang semrawut, merapat di pagar.
Yang membuat mata menjadi ‘silau dan sakit’, berbagai macam spanduk-spanduk dan baliho itu nyaris seragam, bentuk dan isinya. Ada foto, pernyataan, dan logo partai.
Sementara itu, sejumlah parpol mengibarkan bendera partainya. Saling berlomba memasang ukuran besar. 
Begitulah cara politisi kita bersosialisasi dengan rakyat. Sebagai rakyat biasa, saya bertanya dalam hati. Tidak adakah cara lain yang lebih bermartabat dalam melakukan sosialisasi ke rakyat calon pemilih di Pemilu 2009 nanti?  
Padahal, yang dibutuhkan rakyat adalah informasi, tentang siapa mereka, kelebihan satu dengan yang lain dalam politik, apa latar belakang mereka, dan seterusnya. Kita hidup di era informasi, bukan era kegelapan? Jika caleg nya saja tidak informatif, bagaimana nanti kalo duduk di kursi parlemen?
Bulak-balik saya cek situs parpol, hampir sebagian besar tak memiliki informasi yang memadai mengenai pengurus, maupun caleg. Paling banter cuma tercantum nama. Dan asal tahu saja, dari 44 parpol peserta Pemilu 2009, tak semua memiliki website. Bahkan, ada yang tak punya nomor telepon kantor DPP nya. Jadi, Pemilu 2009 yang tinggal beberapa bulan ini ‘bakal gelap bagi rakyat’. Pepatah yang sama dengan pemilu-pemilu sebelumnya masih berlaku. Yakni, rakyat ibaratnya ’membeli kucing dalam karung’ saat menentukan wakilnya di kursi parlemen. Jika tidak beli kucing dalam karung, maka Golput menjadi pilihan rakyat.
Jelas kita tidak menginginkan partisipasi rakyat dalam pemilu melorot karena golput. Juga tak ingin pemilu yang pemilihnya membeli kucing dalam karung. Makanya masalah kemiskinan informasi caleg pemilu ini perlu dicarikan solusinya. Jalan keluar yang terpikir oleh saya, adalah dengan menyajikan informasi yang berkualitas dan terjangkau. Misalnya, menerbitkan katalog caleg. Inilah yang sedang saya pikirkan. Sebuah Katalog 1000 Caleg! Kalo perlu, 10.000 profil caleg, agar kita tak hanya tahu tentang caleg dari senyumnya saja. Melainkan, isi kepalanya juga.
Ironisnya, kondisi saat ini diperparah ulah sebagian ‘elite Indonesia’ yang suka mengobral dan menampilkan keruwetan perilaku. Dengan kacamata psikodinamik, kita melihat corak-corak narsisme (cinta diri berlebih) pada mereka. Corak narsisme itu antara lain berupa tindakan menyodorkan diri baik sebagai calon presiden, caleg, dll lewat deklarasi ataupun rangkaian aktivitas penonjolan diri berselubung keramahan dan tebar senyum, dengan pretensi mendapatkan simpati. 
Narsisme ‘elite’ perlu diguncang dengan pertanyaan terapeutik: Benarkah masalah bangsa Indonesia di sini dan kini adalah "memilih presiden baru"? Bangsa Indonesia masih dibelit enam masalah besar, yaitu kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan, kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan (termasuk korupsi), dan rendahnya kualitas pendidikan. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar