Minggu, 15 Februari 2009

Penyakit Hati

Penyakit Hati
Oleh ANANG FADHILAH

TERNYATA semua penyakit hati itu porosnya adalah hubudunya (cinta dunia). Jadi, jika kita bisa lolos dari sini, maka yang lain-lain bisa lolos. Cinta dunia cirinya di antaranya di dalam mencarinya tidak mempedulikan halal haram. Pontang-panting; raup sana-sini. Seperti air laut dunia ini. Makin punya makin menyedot terus terhadap dunia. Koruptor itu bukan orang-orang miskin, melainkan orang-orang yang sudah punya tapi menyedot terus. 
Makin hina. Mereka sendiri tidak bisa menikmati. Serakah menyedotnya luar biasa. 
Lalu kalau sudah dapat ia akan pamer (riya). Semuanya ingin bermerk. Dia sendiri sebetulnya lebih murah dari merknya. Itulah ciri-ciri pecinta dunia itu. Tentu saja bagi yang memiliki merk-merk yang bagus, tidak selalu berarti pecinta dunia, tapi kalau dirinya lebih rendah dari harga pulpennya itulah yang jelek. 
Pecinta dunia bila sudah punya kemudian ingin bergaya hidup mewah glamour. Kalau belum dapat, ia pontang-panting, kalau sudah dapat ia ingin pertahankan. Kalau dia mempunyai kedudukan, ia kasak-kusuk supaya orang tidak menggoyang; capai. Kemudian, kalau belum dapat ia akan dengki. Kalau yang tidak kebagian akan merusak, merampok. Bangsa kita ini babak belur karena sudah materialistis pecinta dunia. 
Lalu bagaimana solusinya. Rumusnya sederhana, disebut rumus petugas parkir. Lihatlah petugas parkir. Walaupun banyak mobil ia tidak pernah sombong. Biasa-biasa saja. Ganti-ganti mobil ia tidak takabur tidak ujub, rileks saja. Diambil sampai habis ia tidak sedih, apa sebabnya? Sebab dia tidak merasa memiliki, hanya merasa tertitipi. Ini rahasianya. 
Kita menderita karena dunia ini merasa dimiliki dan memiliki seseorang. Jadi, kalau kita merasa punya kita, maka akan capai. Kalau kita belajar meyakini bahwa kita hanya mampir di dunia. Kita kerja keras untuk menjemput jatah kita; bukan punya kita. Kalau ada biasa-biasa saja. Semua juga titipan Allah yang sebentar. Dia rendah hati yang membuatnya lebih tinggi daripada pangkat dan kedudukannya. Jadilah ia mulia. Kalau misalkan tidak menjadi orang berada. Dia yakin bahwa sederhana milik Allah. Sama-sama menumpang. 
Lihat orang lain tidak iri. Dia rejekinya dari Allah, orang lain rejekinya dari Allah, Suka-suka yang membagikan rejeki saja. Kenapa kita capai-capai memikirkan rejeki orang lain. Yang harus kita lakukan itu mensyukuri rejeki sendiri. Bukan capai memikirkan rejeki orang. Makin kita capai memikirkan rejeki orang lain, kita akan makin menderita. Ketika mencarinya tidak akan licik dan serakah. Untuk apa licik, rejeki itu dari Allah. Tidak usah pakai licik, pasti ketemu. Bedanya kalau kita licik jadi haram. Allah Pembagi rejeki, tidak usah memakai cara yang zolim untuk menjemputnya. Dia sudah memerintahkan kita bahwa mencari rejeki itu mencari karunia Allah dengan kejujuran. Kerja keras dengan hati ikhlas otak cerdas, tidak akan ke mana mana pasti bertemu dengan jatah kita. Tidak akan tertukar. 
Kalau diambil oleh Allah, sesuka yang punya. Semuanya ada waktunya berakhir. Bagi kita, mau diambil atau tidak yang penting selama ada jadi pahala dengan mensyukurinya, dan jika diambil oleh Allah menjadi bersabar. Tidak ada ruginya. Orang itu menderita karena merasa memiliki dan merasa dimiliki. * 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar